Penataan Sistem Manajemen SDM bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur pada masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan.
Perencanaan kebutuhan pegawai merupakan proses untuk menghitung dan merencanakan jumlah kebutuhan pegawai dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hal penyusunan dan penetapan kebutuhan ASN bahwa setiap instansi wajib merencanakan kebutuhan pegawai berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja yang dituangkan dalam peta jabatan.
Sampai saat ini peraturan pelaksana terkait penyusunan kebutuhan masih dalam konsep rancangan belum memperoleh penetapan sehingga masih menggunakan peraturan lama. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, formasi adalah jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Dengan tujuan agar satuan organisasi mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi.
Penyusunan kebutuhan pegawai di lingkungan Kementerian Pertanian merupakan suatu kegiatan yang harus dilaksanakan secara sistematis agar tersusun kebutuhan pegawai selama 5 (lima) tahun pada unit kerja eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian. Proses penyusunan kebutuhan pegawai dimulai dengan melakukan dan menyempurnakan beberapa dokumen terkait dengan perkembangan lingkungan strategis untuk untuk mewujudkan visi dan misi Kementerian Pertanian antara lain: dokumen analisis jabatan; dokumen analisis beban kerja; peta jabatan; proyeksi kebutuhan PNS; dan kebutuhan PNS.
Sebelumnya Kementerian Pertanian telah melakukan penyusunan peta jabatan berdasarkan Permenpan 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan. Hasil peta jabatan telah di input/direkam ke dalam aplikasi e-formasi yang dikembangkan oleh Kementerian PAN dan RB.
Akan tetapi sejalan dengan perkembangan lingkungan strategis, hasil dimaksud sudah tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi dengan ditetapkannya Peraturan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian yang ditindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, dimana terjadi pengurangan 115 (seratus lima belas) jabatan struktural dengan rincian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I) sejumlah 1 (satu) jabatan, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II) sejumlah 5 (lima) jabatan, Jabatan Administrator (Eselon III) sejumlah 32 (tiga puluh dua) jabatan, dan Jabatan Pengawas (Eselon IV) sejumlah 77 (tujuh puluh tujuh) jabatan.
Selanjutnya akan melaksanakan penyusunan analisis jabatan, analisis beban kerja dan peta jabatan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2015 dalam penataan jumlah dan sebaran sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Pertanian.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) membawa perubahan mendasar dalam manajemen sumber daya Aparatur Sipil Negara (ASN). Perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa pegawai ASN wajib melakukan pengembangan diri dan wajib untuk mempertanggungjawabkan kinerja serta menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN.
Pengembangan diri atau pegawai berbasis merit menjadi hal yang sangat penting bagi penyelenggaraan birokrasi. Sebab pegawai adalah sumber daya yang digunakan untuk mensinergikan sumber daya lain guna mencapai tujuan organisasi. Dalam birokrasi, pegawai berperan sebagai unsur yang menjalankan keberlangsungan kegiatan birokrasi. Pengembangan pegawai birokrasi berbasis merit adalah kebutuhan yang mendesak bagi pembangunan birokrasi.
Pengembangan pegawai (employee development) menjadi salah satu titik kritis dalam pengelolaan SDM dalam suatu organisasi. Pengembangan Pegawai dikenal juga dengan istilah “Pengembangan Sumber Daya Manusia” sebagai upaya manajemen yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi pekerja dan unjuk kerja organisasi melalui program pelatihan, pendidikan dan pengembangan.
Dalam pengertian ini, maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian latihan dan pendidikan yaitu sarana peningkatan keterampilan dan pengetahuan umum bagi pegawai. Pengembangan pegawai menjadi penting karena seiring perubahan zaman, terjadi perubahan yang cepat dalam hal kemajuan teknologi dan pekerjaan itu sendiri. Sehingga pegawai dan organisasi dituntut untuk dapat memperbarui keterampilan dan keahliannya dan dapat meningkatkan kualitas kerja dan layanannya.
Pengembangan karier pegawai secara umum dapat diartikan sebagai upaya peningkatan karier pegawai pada suatu jabatan secara vertikal atau perubahan karier pegawai dalam dalam ruang dan golongan yang berbeda secara horizontal dan diagonal. Pengembangan karir terkait dengan perencanaan karir, pola karir, penilaian kompetensi, dan treatment pengembangan karir.
Pengembangan karir dapat diartikan juga sebagai proses pelaksanaan (implementasi) perencanaan karir. Pengembangan karier merupakan aktivitas departemen sumber daya manusia dalam membantu pegawai merencanakan karier masa depan agar dapat mengembangkan kompetensi dan mengisi peluang-peluang pengembangan karier agar sejalan dengan pertumbuhan organisasi.
Perencanaan karir disusun dengan melihat formasi dan pola karir. Seorang pegawai yang berada pada formasi / jabatan tertentu apakah akan mengikuti pola karir vertikal, horizontal, ataupun diagonal. Kemudian dilakukanlah pengukuran, (penilaian kompetensi dan penilaian kinerja) untuk mengetahui posisi seseorang terhadap kriteria kompetensi jenjang jabatan yang lebih tinggi.
Dengan adanya hasil penilaian kompetensi seorang pegawai, maka diketahui juga gap kompetensi yang ada. Apabila ada kompetensi yang masih kurang, pegawai dapat diberikan treatment pengembangan karir berupa pendidikan dan pelatihan (Diklat). Contohnya dengan memberikan kesempatan tugas belajar (di dalam atau di luar negeri) dan ijin belajar, memberikan pelatihan (di dalam atau di luar organisasi), dan memberikan pelatihan sambil bekerja (on the job training).
Apabila kompetensi pegawai sudah memadai untuk persyaratan jabatan tertentu, maka ia dapat dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Promosi merupakan contoh treatment pengembangan karir yang non diklat. Contohtreatment pengembangan karir lainnya yaitu memberi penghargaan kepada pegawai berprestasi, merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula, memberikan hukuman atau pendampingan apabila ada permasalahan pegawai, dan lain-lain.
Organisasi atau dalam hal ini manajer (pimpinan) wajib men-support semua pegawainya dalam pengembangan karier dan kualitasnya sebagai SDM, karena hal ini pada akhirnya akan menghasilkan kepuasan kerja, loyalitas, dan komitmen; dan secara khusus akan menghasilkan keahlian yang ‘langka’ (scarce talent) yang dapat digunakan sebagai sumber competitive advantages.
Jika masalah pengembangan pegawai tidak diperhatikan, akan memungkinkan munculnya output SDM yang negatif, seperti ketidakpuasan kerja, kinerja menurun, yang pada akhirnya akan memunculkan resistance dan kecenderungan untuk keluar (intention to leave). Hal ini berarti dengan pengembangan pegawai berarti manajer atau pimpinan membantu pegawai untuk berkinerja lebih efektif, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan diri dan juga meningkatkan unjuk kerja organisasi.
Pada kegiatan ini, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya